SEJARAH SINGKAT KEHIDUPAN UMAR BIN KHATTAB
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kedatangan Islam
memberikan dinamika baru bagi manusia dan peradaban. Selain memberikan iklim
politik baru, Islam juga memberikan sistem baru yang didasarkan pada ajaran-ajarannya,
seperti: tidak mendapatkan tantangan, Islam memulai kegiatan politiknya
berhadapan dengan suku-suku yang sudah eksis kemudian memperluas pengaruhnya.
Bahkan dalam menjalankan kebijakan politiknya, Islam mengatur tata cara perang
(jihad) demi untuk melindungi umatnya dan melebarkan sayap kekuasaannya.[1][1]
Dalam perjalanan
sejarah diketahui bahwa, Umar adalah
orang yang besar dalam kesederhanaan, orang yang dilahirkan oleh kemanusiaan
dan didik oleh Islam. Beliau penguasa mukmin yang apabila disebutkan
pemimpin-pemimpin negara dan pemerintahan sejak fajar sejarah manusia hingga
akhir ini, maka beliau adalah orang yang terbesar di antara mereka, paling baik
dan paling bersih. Beliau ahli ibadah dan pengajar yang membetulkan
pengertian-pengertian kehidupan.[2][2] Dalam pandangan orang
Nasrani, Umar merupakan orang Islam yang paling mirip dengan Paulus, rasul
pengikut Nasrani. Bukan karena kisah kepindahannya yang sangat mengejutkan,
tetapi karena Umar dalam menegakkan tiang agama baru itu tidak kurang penting
dan tidak kalah jika dibandingkan peran Paulus dalam agama Nasrani. Bahkan Nabi SAW pernah berkata kepada Umar
"Sesungguhnya Allah menjadikan kebenaran pada lidah dan hati Umar."
"Dan jika saja ada Nabi sesudah diriku, maka Umarlah nabi itu."[3][3]
Dengan pernyataan
tersebut, maka diperlukan sejarah terlebih dahulu, dan sebuah kajian yang
mendalam tentang sosok Umar bin Khattab
sebagai khalifah memiliki begitu banyak catatan sejarah yang menarik untuk
diungkapkan baik yang berkaitan dengan riwayat hidupnya yang mulia, serta
kegiatan-kegiatan yang di lakukannya selama menjabat sebagai khalifah, sehingga
posisi Umar akan menjadi jelas.
B.
Rumusan dan Batasan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka penulis mencoba merumuskan permasalahan
yang akan dibahas dalam penulisan makalah ini yang berjudul " Umar ibn
al-Khattab (Perkembangan Islam Sebagai Kekuatan Politik) adalah
1. Bagaimana biografi Umar
bin Khattab ?
2. Bagaimana proses
pembai'atan Umar bin khattab?
3. Sejauh mana ekspansi
wilayah Islam serta kebijaksanaan-kebijaksanaan yang diterapkan oleh Umar bin
Khattab dalam menjalankan roda kepemimpinannya?
4. Bagaimana akhir
pemerintahan Umar bin khattab?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Biografi Umar bin
Khaththab
Beliau adalah Umar bin al-Khattab bin Nufail bin Abdil 'Uzza bin Rubah bin
Abdullah bin Qurth bin Rizah bin 'Adiy bin Ka'ab bin Luay bin Galib al-Qurasyi
al-'Adawy. Ibunya bernama Hantamah binti Hasyim bin al-Mughirah bin Abdillah
bin Umar bin Makhzum[4][4] saudara Abi Jahl,
beliau masuk Islam tahun keenam kenabian
dan berusia 27 tahun.[5][5]
Umar dilahirkan di Mekkah tahun 586 M dari keturunan suku Quraisy yang
terpandang dan terhormat dikalangan kota Mekkah. Dari garis ayah, silsilah
keturunan Umar bin Khaththab bertemu dengan garis keturunan nabi Muhammad SAW.
pada nenek yang ketujuh. Dari garis ibu, bertemu pula dengan garis keturunan
nabi Muhammad SAW. pada nenek yang
keenam. Umar bin Khattab adalah seorang yang terkenal tegas, berani dan
fasih berbicara dan berpidato. Karena itu beliau sering menjadi wakil atau
utusan kaum Quraisy dalam pertemuan atau perundingan dengan suku-suku lainnya
baik di Mekkah maupun diluar kota Mekkah.[6][6] Beliau semula dipanggil dengan gelar Abu Hafs[7][7], dan setelah memeluk
Islam Nabi saw memberi gelar al-Faruq (pemisah antara yang hak dan
batil). Pada masa mudanya, Umar adalah seorang pegulat dan orator yang ulung.
Beliau merupakan salah seorang sahabat yang telah mengenal baca tulis.
Berdagang merupakan usahanya yang paling utama.[8][8]
Sebelum masuk agama Islam, Umar bin Khaththab merupakan salah seorang yang
diantara kaum kafir Quraisy yang paling ditakuti oleh orang-orang yang sudah
masuk agama Islam, karena merasa takut, mereka terpaksa melakukan ibadat secara
diam-diam dan sembunyi, beliau juga dikenal sebagai seorang yang sangat
memusuhi Islam dan banyak menyiksa kaum muslimin. Setelah beliau masuk Islam bulan Zulhijjah, enam tahun
setelah kerasulan Nabi Muhammad SAW. Pribadi beliau berubah secara drastis dan
bertolak belakang dengan keadaan sebelumnya. Beliau berubah menjadi seorang
yang gigih, setia membela agama Islam dan orang-orang yang telah menganut agama
Islam. Bahkan beliau termasuk salah seorang sahabat yang terkemuka dan paling
dekat kepada Nabi Muhammad SAW.[9][9] Beliau hidup selama 35
tahun dimasa Jahiliyah dan 30 tahun dalam pangkuan Islam.
Abdullah bin Mas'ud berkata: "Sesungguhnya masuk Islamnya Umar adalah
sebuah penaklukan, hijrahnya adalah sebuah kemenangan, dan pemerintahannya
adalah rahmat." Selain itu Umar merupakan salah seorang sahabat yang
selalu dimintai pertimbangan-pertimbangannya oleh Rasulullah. Bahkan, tidak jarang
wahyu turun memperkuat pandangan-pandangannya. Salah satunya adalah peristiwa
Perang Badar. Setelah Perang Badar, Rasulullah melakukan musyawarah terhadap
sahabat-sahabatnya apa yang mesti dilakukan terhadap tawananan perang.
Dia juga mengikuti semua peperangan yang dipimpin Rasulullah selalu dekat
tidak pernah terpisah dengannya. Umar juga dianggap sahabat kedua setelah Abu
Bakar, bahkan dia menjadi penasehat dan tangan kanannya serta banyak terlibat
dalam pengendalian roda pemerintahannya.[11][11]
B. Pembaiatan Umar bin
Al-Khattab
Tatkala Abu Bakar sakit
dan merasa ajalnya sudah dekat, ia bermusyawarah dengan para pemuka sahabat
tentang siapa yang bakal menggantikannya dan ia menunjuk Umar sebagai
penggantinya dengan maksud untuk mencegah kemungkinan terjadihnya perselisihan
dan perpecahan di kalangan umat Islam. Beberapa orang sahabat ketika mendengar
saran-saran Abu Bakar mengenai penunjukan Umar sebagai khalifah, mereka merasa
khawatir mengingat bahwa bawaan Umar begitu keras dan karena kekerasannya itu
umat akan terpecah belah, karena merasa tidak cukup hanya bermusyawarah dengan
orang-orang bijaksana di kalangan muslimin, terutama ada pihak yang menentang,
dari dalam kamar di rumahnya itu, Abu Bakar menjenguk kepada orang-orang yang
ada di masjid, dan kemudian berkata kepada mereka: " Apakah kalian
menyetujui orang yang kutunjuk untuk menggantikan kedudukanku sepeninggalku?
Sesungguhnya aku, demi Allah, telah bersungguh-sungguh berdaya-upaya memikirkan
tentang hal ini, dan aku tidak mengangkat seseorang dari sanak keluargaku, tapi
aku telah menunjuk Umar bin Khattab sebagai penggantiku, maka taatla
kepadanya." Orang banyak pun berkata: "Sami'na wa atha'na" ("Kami
dengar dan kami taat"). Ketika itu ia mengangkat tangan ke atas seraya
berkata: "Ya Allah, yang kuinginkan untuk mereka hanyalah yang terbaik
untuk mereka. Aku khawatir mereka dilanda kekacauan. Aku sudah bekerja untuk
mereka dengan apa yang sudah lebih kau ketahui. Setelah aku berijtihad dengan
suatu pendapat untuk mereka, maka untuk memimpin mereka kutempatkan orang-orang
yang terbaik diantara mereka, yang terkuat mengadapi mereka dan paling
berhati-hati agar mereka menempuh jalan yang benar. Kemudian Abu Bakar
memanggil Umar dengan pesan dan wasiat supaya perang di Irak dan Syam
diteruskan dan jangan bersikap lemah lembut, juga diingatkannya kewajiban orang
yang memegang tampuk pimpinan umat untuk selalu berpegang pada kebenaran, dan
bahwa di samping menyebutkan ayat kasih sayang Allah juga menyebutkan ayat
tentang azab, supaya pada hamba-Nya ada harapan dan rasa takut. Yang diharapkan
dari Allah adalah kebenaran. Jika wasiat ini dijaga, tak ada perkara gaib yang
lebih disukai daripada kematian dan kehendak Allah tidak akan dapat dikalahkan.[12][12]
Kebijaksanaan Abu Bakar
tersebut ternyata diterima masyarakat yang segera secara beramai-ramai membaiat
Umar. Saat pembai'tannya sebagai kahalifah, ia berkata.: "wahai kaum
muslimin, kalian semua memiliki hak –hak atas diri saya, yang selalu bisa
kalian pinta. Salah satunya adalah jika seorang dari kalian memintakan haknya kepada
saya, ia harus kembali hanya jika haknya sudah di penuhi dengan baik. Hak
kalian yang lainnya adalah permintaan kalian bahwa saya tidak akan mengambil
apa pun dari harta Negara maupun dari harta rampasan pertempuran. Kalian juga dapat meminta saya untuk menaikkan
upah dan gaji kalian seiring dengan meningkatnya uang yang masuk ke dalam kas
Negara, dan saya akan meningkatkan kehidupan kalian dan tidak akan membuat
kalian sengsara. Juga merupakan hak, apabila kalian pergi ke medan
perttempuran, saya tidak akan menahan kepulangan kalian, dan ketika kalian
sedang bertempur saya akan menjaga keluarga kalian laksana seoraang ayah.
Wahai kaum muslimin,
bertakwalah serlalu kepada Allah, maafkanlah kesalahan-kesalahan saya dan
bantulah saya dalam mengembang tugas ini. Bantulah saya dalam menegakkan
kebenaran dan memberantas kebatilan. Nasehatilah saya dalam pemenuhan
kewajiban-kewajiban yang tilah diamanahkan oleh Allah swt.[13][13] Umar menyebut dirinya Khalifah
Khalifati Rasulillah (pengganti dari pengganti Rasulullah). [14][14] Dan dialah yang
pertama kali diberi gelar Amir al- Mu'minin (Komandan orang-orang yang
beriman).[15][15] Beberapa hari setelah
itu Abu Bakar meninggal, setelah itu Umar menggantikan jabatan khalifah Islam
dan meneruskan kebijakan-kebijakan yang sebelumnya telah ditempuh oleh khalifah
Abu Bakar. Dalam waktu yang tidak lama Umar berhasil menundukkan kekuasaan
imperium Persia dan Romawi menjadi bagian dari kekuasaan Islam.[16][16]
C. Perkembangan Islam pada
masa Pemerintahan Umar bin Khattab
Keberhasilan yang
dicapai pada masa pemerintahan Umar bin Khattab banyak ditentukan oleh berbagai
kebijakan dalam mengatur dan menerapkan sistem pemerintahan. Tatkala Umar
memangku sebagai khalifah, terdapat sejumlah peperangan dalam rangka upaya
ekspansi wilayah Islam, antara lain pada tahun 14 H/635 M terjadi perang Yarmuk
dimana kaum muslimin (berjumlah 24.000) berada di bawah panglima perang Khalid
bin Walid sedang berperang melawan pasukan Romawi (lebih dari 200.000
personel). Meletuslah peperangan yang demikian sengit dimana Allah menggoyahkan
pasukan musuh dan kafir. Orang-orang Romawi melarikan diri dan dikejar oleh
kaum muslimin. Mereka berhasil memperoleh rampasan perang dalam jumlah besar
dalam perang ini. Setelah itu pasukan Islam terus maju dengan panglimanya
Ubaidah ibnul-jarrah yang juga ditemani oleh Khalid bin Walid menuju kota-kota
di Syam. Pasuka Islam mampu menguasai Fahl Baisyan, kemudian Damaskus dan
Himsh. Menyusul kemudian Qanisrin, Qaisarah, dan Biqa' serta Ba'labak. Setelah
itu Ajnadain dan kota-kota Al-Jazirah serta kota-kota Lainnya.
Pada tahun ini pula
terjadi perang Qadhisiyah di bawah pimpinan Saad bin Abi Waqqash, dimana
pasukan Persia menggunakan pasukan gajah yang besar. Kaum muslimin berhasil
mencongkel matanya sehingga membuat gajah itu mengamuk menyerang pasukan Persia
sendiri dan membunuh mereka.
Pada tahun 15 H/636 M,
pasukan Islam melakukan pengepungan terhadap Baitul Maqdis. Para pemimpin
Baitul Maqdis meminta kepada pasukan Islam agar mendatangkan Umar kesana dalam
rangka penyerahan Baitul maqdis secara langsung kepadanya. Maka berangkatlah
Umar ke Syam. Akhirnya, para pendeta Kristen di tempat itu menyerahakan kunci
Baitul Maqdis kepada Khalifah Umar. Mereka siap berdamai dan membayar Jizyah.
Pada tahun 16 H/637 M, kaum muslimin memasuki Madian yang
merupakan ibukota dan pusat pemerintahan kekaisaran Persia. Kota itu telah
kosong karena Kaisar Persia Yazdajir dan penduduk setempat telah melarikan
diri, dan ruang besarnya dalam istana dijadikan sebagai tempat untuk shalat.[17][17]
Pada tahun 17 H/638
M, penguasa Romawi berusaha menguasai Syiria kembali dengan menghasut
masyarakat Jazirah. Dalam hal ini sesungguhnya bangsa Arab tidak bermaksud
untuk memperluas wilayah kekuasaannya, namun mereka terpaksa bertempur untuk
mempertahankan wilayah jazirah yang telah menjadi kekuasaannya. Pada akhir
tahun 18 H/639 M, khalifah memerintahkan pasukan muslim yang telah berada di
Palestina agar segera berangkat ke negeri Mesir. Mesir adalah negeri yang
sangat strategis dan sangat subur tanahnya dengan hasil pertanian yang sangat
melimpah, sementara saat itu, Mesir adalah negeri makmur lantaran arus sungai
Nil mengalir ke seluruh permukaan negeri ini sehingga membuat tanah negeri ini
subur sehingga dikenal sebagai "anugrah sungai Nil". Maka dalam rangka
memperbaiki perekonomian Islam dan sekaligus untuk memperlemah perekonomian
romawi, ummat islam merasa perlu menaklukkan Mesir. Dengan 4000 pasukan Amr bin
Ash memasuki Mesir melalui selat "Wādi al-Arish".selama
setelah berlangsung pengepungan selama 7 bulan.
Khalifah Umar ibn al-Khaththab tidak hanya berhasil
memperluas wilayah kekuasaan Islam dalam sepuluh tahun masa pemerintahannya,
tetapi ia sekaligus berhasil mengatur wilayah yang luas tersebut dengan
memperkenalkan sebuah sistem administrasi kepemerintahan. Beliau telah
membuktikan diri sebagai seorang administrator besar sepanjang sejarah Islam.
Beliau juga telah membentuk sistem konstitusi Negara berdasarkan semangat
demokrasi dengan membentuk dua badan permusyawaratan, yakni majelis syura dan
majelis penasihat. Setiap masalah penting selalu dibicarakan dalam majelis
syura ini. Dalam beberapa kesempatan Umar berkata: "sebuah khilafah tidak
akan tegak kecuali dengan permusyawaratan. Posisi seorang khilafah tidak
ubahnya sebagai pemangku tanggung jawab umum. Selain itu khalifah Umar adalah
peletak dasar-dasar administrasi pemerintahan Islam. Ia membagi wilayah Islam
menjadi sejumlah propinsi yang masing-masing dipimpin seorang gubernur, yakni
propinsi Makkah, Madinah, Jazirah, Basrah, Mesir dan Palestina. Gubenur pada
saat itu bergelar Wali atau Amir. Selain sebagai penguasa wilayah propinsi
seorang wali juga sebagai panglima militer dan imam agama. Mereka bertanggung
jawab secara langsung kepada khalifah. Masing-masing propinsi terbagi menjadi
sejumlah distrik yang dipimpin oleh seorang 'Amil.[18][18]
Kebijakan lainnya adalah mendirikan Bait al-Māl, menempa
mata uang, dan menciptakan tahun hijrah.[19][19] Pendirian Bait al-
Māl dijadikan Umar sebagai lembaga perekonomian Islam dimaksudkan untuk menggaji
tentara militer yang tidak lagi mencampuri urusan pertanian, para pejabat dan
staf-stafnya, para qadi dan tentunya kepada yang berhak menerima zakat. Adapun
sumber keuangan berasal dari zakat, bea cukai, dan bentuk pajak lainnya. Pajak
diterima dalam bentuk uang kontan dan barang atau hasil bumi. Setelah
terbaginya wilayah kepada beberapa propinsi, Bait al-Māl memiliki cabang
cabang yang berdiri sendiri, cabang-cabang tersebut mengeluarkan dana sesuai
dengan keperluan tahun itu dan selebihnya dikirim ke pusat.[20][20] Umar juga membentuk
sebuah dewan keuangan negara yang bernama "al- Diwan" baik ditingkat
pusat maupun propinsi. Diwan ini menanggung jawab perputaran pendapatan dan
belanja negara. Setelah digunakan untuk pembelanjaan kepentinagn umum dan
kepentingan kesejahteraan masyarakat lemah, Sisa uang didistribusikan untuk
kepentingan ummat Islam dan sebagian untuk keluarga dan kerabat dekat Nabi dan
sebagian untuk kesejahteraan pasukan Islam.
Atas dasar prinsip distribusi keuangan tersebut, setiap
muslim, baik laki maupun perempuan semuanya mendapat dana santunan, dan
penerima dana tersebut terdaftar dalam catatan pejabat dewan. Selain itu Umar
juga mempercayakan perkara pengadilan kepada pejabat Qadi dengan wilayah
kewenangan yang mandiri, mereka menerima gaji tetap untuk jabatan tersebut.[21][21]
Umar adalah ahli strategi militer yang besar. Beliau
mengeluarkan perintah operasi militer secara mendetail. Dalam menaklukkan
musuhnya, khalifah banyak menekankan pada segi moral, dengan menawarkan
syarat-syarat yang lunak, dan memberikan mereka segala macam hak yang sangat
membantu memenangkan simpati rakyat, dan itu pada akhirnya membuka jalan bagi
konsolidasi administrasisecara efesien. Beliau melarang keras tentaranya
membunuh orang yang lemah dan menodai kuil serta tempat ibadah lainnya. Sekali
suatu perjanjian ditandatangani, harus ditaati yang tersurat maupun yang
tersirat. Kejujuran dan itegrasi kaum muslimin pada umumnya, serta kejujuran
dan integrasi Khalifah pada khususnya, telah memperkuat kepercayaan kaum
non-muslim pada janji-janji yang diberikan oleh pihak muslimin.[22][22]
Dalam beberapa departemen, khalifah telah mengupayakan
agar dikepalai para pegawai yang efisien
dan jujur. Ia memisahkan jabatan peradilan dari jabatan eksekutif. Ini adalah
prestasi yang belum pernah dicapai sebelumnya bahkan di Negara-negara paling
modern kini sekalipun. Pengadilan bersifat bebas, bahkan dari pengawasan
gubernur. Dalam menegakkan hukum dan keadilan, qādi bebas dari rasa
takut dan sikap memihak.
Keberhasilan dan efisiensi pemerintahan Umar terutama
karena ia sangat memperhatikan tindak-tinduk para stafnya. Dalam surat
pengangkatannya seorang gubernur dijelaskan secara terinci hak dan
kewajibannya. Surat itui bahkan dibacakan dihadapan khalayak ramai, sehingga
masyarakat umum mengetahui syarat-syarat pengangkatan seorang penguasa provinsi
dan dapat meminta pertanggung jawaban gubernur bersangkutan bila ia
menyalahgunakan kekuasaannya. Ketika berpidato suatu kali di hadapan para
gubernur, khalifah berkata: "ingatlah, saya mengangkat anda bukan untuk
memerintah rakyat, tapi agar anda melayani mereka. Anda harus memberi contoh
dengan tindakan yang baik sehingga rakyat dapat meneladani anda.[23][23]
Seorang sejarawan Eropa menulis dalam The Encyclopedia
of Islam: Peranan Umar sangatlah besar. Pengaturan warganya yang non-
Muslim, pembentukan lembaga yang mendaftar orang-orang yang mendapat hak untuk
pensiun tentara (diwan), pengadaan pusat-pusat militer (amsar),
yang kemudian di hari berkembang menjadi kota-kota besar Islam, pembentukan
kantor qādi, semuanya adalah hasil karyanya. Demikian pula keharusan
naik haji, hukuman bagi pemabuk, dan hukuman pelemparan dengan batu bagi orang
yang berzina."
Khalifah menaruh perhatian sangat besar dalam usaha perbaikan
keuangan Negara, dengan menempatkannya pada kedudukan yang sehat. Ia membentuk Diwan
(departemen keuangan) yang dipercayakan menjalankan administrasi pendapatan
negara. Pendapatan persemakmuran berasal dari sumber :1. Zakat atau
pajak yang dikenakan secara bertahap terhadap muslim yang berharta. 2. Khiraj
atau pajak bumi. 3. Jaziah atau pajak perseorangan.[24][24]
Selain itu, Umar juga mampu memadukan antara ilmu dan
amal. Ia melaksanakan kepemimpinan dan keadilan dalam batas yang tidak dimampu
di lakukan oleh para penguasa dan raja biasa. Di sisi lain, ia mempunyai zuhud
dan kesabaran yang tidak dimiliki para raja dan bahkan orang-orang yang ahli
zuhud sekalipun. Sebagai seorang khalifah, hidup sahabat nabi ini benar-benar
di abadikan untuk mencapai ridha Ilahi. Ia berjuang bagi kepentingan rakyat,
benar-benar memerhatikan kesejahteraan mereka. Di malam hari, ia sering
melakukan investigasi untuk mengetahui keadaan rakyat jelata yang sebenarnya.
Suatu malam, ia menemukan suatu gubuk kecil. Dari dalam
samar-samar terdengar suara tangis anak-anak. Umar mendekat dan memerhatikan
dengan seksama keadaan gubuk itu. Ia dapat melihat seorang ibu yang dikelilingi
anak-anaknya. Ibu itu kelihatan sedang memasak sesuatu. Tiap kali anak-anaknya
menangis, sang ibu berkata: "Tunggulah, sebentar lagi makanannya akan
matang." Selagi Umar memperhatikan di luar, sang ibu terus menenangkan
anak-anaknya dan mengulangi perkataannya bahwa makanan tak lama lagi akan
matang. Uamar penasaran. Setelah member salam dan meminta izin, ia masuk dan
bertanya, "mengapa anak-anak ibu tak berhenti menangis"?
"Mereka kelaparan!' jawab sang ibu.
"Mengapa tak ibu berikan makanan yang sedang ibu
masak sedari tadi?" Tanya Umar.
"Tak ada makanan. Periuk yang dari tadi saya masak hanya
berisi batu untuk mendiamkan anak-anak. Biarlah mereka berfikir bahwa periuk
itu berisi makanan. Mereka akan berhenti menangis karena kelelahan dan
tertidur"
Apakah ibu sering berbuat begini?" Tanya Umar ingin
tahu.
"Ya. Saya tidak
memiliki keluarga dan suami tempat saya bergantung. Saya sebatang kara.
"jawab sang ibu dengan nada datar, berusaha menyembunyikan kepedihan
hidupnya.
"Mengapa ibu tidak
meminta pertolangan kepada khalifah? Mungkin ia dapat menolong ibu dan
anak-anak dengan memberikan uang dari Bait al-Māl? Itu akan sangat
membantu kehidupan ibu dan anak-anak, "ujar Umar menasehati.
"Khalifah telah berbuat zalim kepada saya…"
jawab si ibu.
"Bagaimana khalifah bisa berbuat zalim kepada
ibu?" Umar ingin tahu
"Saya sangat menyesalkan pemerintahannya. Seharusnya
ia melihat kondisi rakyaatnya dalam kehidupan nyata. Siapa tahu, adabanyak
orang yang senasib dengan saya, "jawab si ibu yang demikian menyentuh hati
Umar.
Umar berdiri dan
berkata, "tunggu sebentar, Bu. Saya akan segera kembali."
Di pengujung malam yang telah larut itu, Umar bergegas
menuju Bait al-Māl. Ia segera mengangkat sekarung gandum yang besar di
pundaknya. Aslam, sahabat membantu membawa minyak samin untuk memasak.
Karena jarak antara Madinah dengan rumah sang ibu cukup
jauh, keringat bercucuran dari tubuh sang khalifah. Maka, Aslam berniat
membantu Umar untuk mengangkat karung itu. Dengan tegas Umar menolak,
"tidak akan saya biarkan kamu membawa dosa-dosa saya di akhirat kelak. Biarkan
saya membawa karung besar ini karena saya merasa begitu bersalah atas apa yang
yang telah terjadi pada si ibu beserta anak-anaknya. "jawab Umar dengan
napas tersengal-sengal.
Maka, ketika kahlifah menyerahkan sekarung gandum yang
besar kepada si ibu beserta anak-anaknya yang miskin, betapa gembiranya mereka
menerima bahan makanan dari lelaki yang tidak dikenal ini. Kemudian lelaki
tidak dikenal itu memberitahukan kepada si ibu untuk menemui khalifah besok,
untuk mendaftarkan dirinya dan anak-anaknya di Bait al-Māl.
Betapa terkejutnya si ibu, ketika ke esokan harinya ia
berkunjung ke Madinah. Dia menemukan kenyataan bahwa lelaki yang tidak dikenal
itu tak lain khalifah Umar sendiri.[25][25]
Meski Allah mengangkatnya sebagai khalifah, namun Umar
tetap Umar sebelumnya. Ia melihat tanggung jawabnya secara langsung terhadap
setiap orang lelaki di jalannya, terhadap setiap perempuan di rumahnya dan
terhadap setiap anak yang menyusu di buaiannya. Ia memulai tanggung jawabnya
terhadap manusia dengan hidup dalam tingkat kehidupan mereka yang terendah.
Sehingga apabila dihidangkan kepadanya makanan yang istimewa, ia pun berkata
"Sunnguh pemimpin yang buruk jika aku makan makanan yang enak dan
meninggalkan tulang-tulangnya bagi orang lain." [26][26]
Umar adalah profil seorang pemimpin yang sukses, mujtahid
yang ulung, dan sahabat Rasulullah yang sejati. Ia meriwayatkan 527 hadis.[27][27]
D. Akhir Kekhalifahan Umar
bin Khaththab
Umar memangku jabatan Amir al-Mukminīn selama
sepuluh tahun lebih yang penuh dengan kejayaan, mengabdikan diri sepenuhnya
kepada Allah dan agama Allah, pikiran, kalbu, dan segenap jiwa raganya
dikerahkan semata-mata hanya untuk memikul tanggung jawab yang besar yang
diletakkan dibahunya. Khalifah Umar meninggal sebab kekejaman tangan seorang
budak Persia yang bernama "Abu Lu'lu'ah".[28][28] Khalifah Umar ditusuk
dengan belati beracun pada saat dia sedang melakukan shalat. Ketika Umar bin
Khattab mengucapkan Takbirat al-Ihram, Abu Lu'luah datang dan berdiri di
shaf terdepan yang dekat dengan Khlifah, dia menikam beliau dari belakang perut
dan dada, setelah itu Abu Lu'lu'ah menikam beberapa orang lagi yang ikut shalat
berjamaah sebanyak 13 orang selain Umar bin Khattab sendiri, karena merasa
dirinya sudah terancam budak itu pun bunuh diri. Sebelum meninggal, Umar bin
Khattab menunjuk enam orang sahabatnya dan meminta kepada mereka untuk memilih
salah seorang diantaranya menjadi khalifah. Mereka adalah Usman bin Affan, Ali,
Thalhah, Zubair, Sa'ad bin Abi Waqqash dan Abdur Rahman bin 'Auf. Dan diakhir
hayatnya. Umar bin Khattaab memanggil anaknya Abdullah bin Umar serta
menyuruhnya agar meletakkan pipinya ke lantai dan beliau merasa ajalnya telah
dekat. Setelah itu Umar menghembuskan nafasnya yang terakhir. Umar wafat pada
bulan Dzulhijjah 23 H/644 M., jenasah beliau di shalatkan di dalam masjid dan
dikuburkan disamping kuburan Nabi Muhammad SAW. di Madinah.[29][29]
BAB III
PENUTUP
Dari uraian makalah di atas, maka pemakalah dapat
menyimpulakan sebagai berikut:
1.
Umar ibn al-Khattab adalah khalifah yang kedua, yang berasal dari suku
Quraisy, yang pertama kali diberi gelar Amir al- Mu'inin, dia memimpin
Negara setelah Abu Bakar, selama sepuluh tahun yang dikenal sebagai orang yang
berani, keras dan adil dalam memberikan keputusan, serta sebagai sebuah pribadi
yang berkepribadian luar biasa.
2.
Pada masa pemerintahannya mengalami puncak keemasan, keberhasilan
perkembangan Islam sebagai kekuatan politik ditandai dengan ekspansi wilayah
yang berhasil mengalahkan dan menguasai wilayah perbatasan imperium Romawi dan
Persia, menetapkan sistem administrasi pemerintahan dan prinsip-prinsip
demokrasi dengan membentuk dua badan permusyawatan, yaitu majelis syura dan
majelis penasehat, serta kemajuan-kemajuan dibidang agama, politik, militer,
ekonomi, dan kebudayaan.
3.
Khalifah Umar bin Khattab menjadi khalifah selama sepuluh tahun lebih, dia
mati akibat tikaman budak Persia pada waktu hendak melakukan shalat Subuh pada
bulan Dzulhijjah 23 H/644 M.
[1][1]Khaeruddin Yahya Sawiy, Perebutan Kekuasaan Khalifah Menyingkap
Dinamika dan Sejarah Politik Kaum Sunni, (Cet. II; Yogyakarta: Safaria
Insani Press, 2005), h. 1
[2][2]Khalid Muhammad Khalid, Kehidupan para Khalifah Teladan (Cet.
I; Jakarta: Pustaka Amani, 1995), h. 94
[3][3]Husayn Ahmad Amin, Al- Mi'ah al-Azham fi Tarikh al-Islam,
Penerjemah; Baharuddin Fannani, Seratus Tokoh dalam Sejarah Islam, (Cet.
III; Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 1999), h. 13
[4][4]Muhammad Ridha, Al-Faruq Umar bin al-Khattab", (Cet.
VI; Beirut, Lubnan: Dar al-Kutub al-Islamiyah, 1993M/1413H), h, 8
[5][5]Syamsuddin
Muhammad ibn Ahmad ibn Usman al-Sahabiy, Tārikh al- Islām wa wafayat al- Musyahir wa al- A'alam, (Cet. IV; Dar al- Kutub wa
al- 'Arabi, 1994 M/1414 H), h. 203
[7][7]Hafsh artinya anak singa. Panggilan ini di sematkan Nabi pada
Perang Badar , Hani al- Hajj, Sirah ar-Rijal Haula ar-Rasul.
[8][8]K. Ali, Sejarah Islam (Tarikh Pramodern), (Ed.I, Cet. 4, Jakarta:
PT RajaGrafindo Persada, 2003), h. 150
[10][10]Departemen Agama RI, AL-qur'an Al-Karim dan Terjemahannya
(Semarang: PT. Karya Toha Putra, 1995), h. 270
[11][11]Ahmad al-'Usairy,At- Tārikhu Al-Islāmi, Penerjemah; Samson
Rahman, Sejarah islam, (Cet.I; Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2003),
h. 154
[12][12]Abul A'la
al-Maududi, Al-Khilāfah wa Al-Mulk, Penerjemah; Muhammad Al-baqir, Khilafah
dan Kerajaan, (Cet. VII; Bandung: Mizan, 1998) h. 112, lihat Muhammad
Husain Haekal, Umar bin Khattab (Cet. 10; Bogor: Pustaka Litera Antar
Nusa, 2009), h. 81
[13][13] Hepi Andi Bastoni, sejarah Para Khalifah (Cet. II; Jakarta:
Pustaka al-Kautsar, 2008), h. 14
[14][14]Badrin Yatim,
Sejarah Peradaban Islam, (Ed.1-19; Jakarta: PT RajaGrafindo Persada,
2007), h. 37
[20][20]Irfan Mahmud Ra'ana, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar bin
Khaththāb, (Cet. II; Jakarta: Pustaka Firdaus, 1990), h. 148
[23][23] Ibid, h. 31
[27][27]Ini menurut pendapat Syaikh Muhammad Sa'id Mursi dalam bukunya Uzhamah
al-Islam. Namun Muhammad Zainal Abidin Ahmad, Imam Bukhari P{emuncak
Ilmu Hadis menyebutkan, Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan 537 hadis dari
Umar bin Khattab, h. 44
[28][28]Budak al-Mughirah, seorang yang biasa membuat alat pemintal, tukang
besi, tukang kayu dan tukang gambar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar